Praktikum Perangkat Keras SMK Muhammadiyah Sinjai

Praktikum Perangkat Keras SMK Muhammadiyah Sinjai.........

Gedung SMK Muhammadiyah Sinjai

Gedung SMK Muhammadiyah Sinjai...

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 27 Juli 2012

Jangan (Mau) Teperdaya Ayatullah Iran


Oleh: KH M SaidAbdShamad(Ketua LPPIMakassar, Anggota Komisi Dakwah Muhammadiyah Makassar)

Bolehkan kita berkata, “Ketika Republik Indonesia (RI) dan Republik Maluku Selatan (RMS) mengakui tanah air yang sama, bahasa yang sama, negara yang sama, dan bangsa yang sama, mengapa perbedaan dibesar-besarkan?” Tentunya tidak boleh! Ini tanggapan penulis terhadap ungkapan Prof Dr Kamaruddin Amin yang berbunyi,  “Ketika Sunni dan Syiah mengakui Tuhan yang sama, Nabi yang sama, Alquran yang sama, kiblat yang sama, syahadat yang sama mengapa perbedaan harus dibesar-besarkan?” (Fajar, Selasa, 28/2/2012).

Kamaruddin adalah penulis kedua kesan-kesan perjalanan ke Iran oleh pengurus MUI Pusat dan Daerah baru-baru ini, setelah Prof Dr Hamdan Juhannis. Menurut Hamdan seperti dimuat koran ini pada edisi 15,16, dan 17 Februari 2012, perjalanan akademik ke Iran adalah kerja sama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Mushtafa International University (MIU). Dalam rombongan yang diinisiasi Prof Dr H Umar Shihab itulah beberapa Guru Besar serta Doktor UIN Alauddin Makassar mewakili MUI Sulsel ikut bergabung.

Di sini penulis meragukan, betulkah kegiatan ini kerja sama resmi MUI dengan MIU Iran. Soalnya, MUI telah jelas sikapnya terhadap Syiah, yaitu: Pertama, bahwa mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut paham Sunni (Ahlussunnah wal Jamaah) yang tidak mengakui dan menolak paham Syiah secara umum dan ajarannya tentang nikah mut’ah secara khusus (Himpunan Fatwa MUI, hal 351). Kedua, paham Syiah mempunyai perbedaan pokok dengan mazhab Sunni yang dianut umat Islam Indonesia. Ketiga, Syiah pada umumnya tidak mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar, dan Usman ra, sedang Ahlussunnah wal Jamaah mengakui keempat khulafaur rasyidin tersebut. Keempat, mengingat perbedaan pokok antara Syiah danAhlussunnah wal Jamaah, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan), MUI mengimbau umat Islam Indonesia yang berpaham Ahlussunnah wal Jamaah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya paham yang didasarkan atas ajaran Syiah.

Pada Selasa sore, 28/02/12 penulis kirim pertanyaan kepada beberapa pengurus MUI Pusat, tentang perjalanan ke Iran kali ini. Jawaban Dr KH Cholil Nafis (sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat) menjawab, “Itu bukan keputusan dan bukan kerja sama resmi MUI.” Lebih tegas lagi Prof Dr Yunahar Ilyas (ketua MUI Pusat) menyatakan , “Rapat MUI sudah memutuskan bahwa tidak ada kunjungan resmi atas nama MUI ke Iran. Itu semua kunjungan atas nama pribadi walaupun pengurus MUI baik pusat maupun daerah.”

Setahu penulis, ini adalah untuk kedua kalinya Umar Shihab melakukan inisiatif pribadi dengan mengatasnamakan MUI Pusat, mengirim para Guru Besar dan Doktor UIN Alauddin Makassar dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ke Iran untuk menerima “pelajaran” dari para Ayatullah di sana. Pada perjalanan pertama, koran ini memuat tulisan berjudul, MUI: Syiah Sah Sebagai Mazhab Islam. Di antara beritanya: di tengah upaya ormas-ormas Islam tertentu menyesatkan aliran Syiah di Indonesia, petinggi MUI Pusat justru menempuh sikap sebaliknya. Ketua MUI Pusat Prof Dr Umar Shihab menandatangani naskah kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan Sekjen Majma’ Taqrib Bainal Madzahib, Ayatullah Ali Taskiri. Poin penting dalam MoU tersebut adalah pengakuan bahwa Syiah termasuk salah satu mazhab dalam Islam yang sah di Indonesia.

Sekretaris MUI Sulsel Pro Dr Ghalib yang ikut dalam rombongan mengatakan, “Saya pikir perbedaan kita (Sunni) dan Syiah hanya soal Imamah, dan itu tidak menjadikan mereka sesat.” Ghalib pun mengakui bahwa memang ada kelompok dari ormas yang mempermasalahkan keberadaan Syiah di Sulsel, namun ia meyakinkan MUI akan berupaya menyelesaikan perbedaan pandang antar-kelompok Islam ini secara damai. (Ahad, 1 Januari 2012).

Kamaruddin dalam tulisannya (Fajar, 28 Februari 2012) mengatakan bahwa Abu Bakar, Umar, dan Usman adalah sahabat yang mereka hormati. Di bagian lain beliau menulis, “Perbedaan yang paling mendasar yang diakui oleh mereka adalah tentang khilafah. Mereka (Syiah) mengakui bahwa yang berhak menjadi khalifah setelah Nabi Muhammad saw adalah Ali, bukan Abu Bakar, Umar, dan Usman.”

Di sini penulis menilai bahwa sebagian Guru Besar UIN Alauddin Makassar dengan mudah dikelabui para Ayatullah Syiah di Iran sehingga dengan enteng mengatakan, “Mengapa perbedaan ini perlu dibesar-besarkan?” Padahal justru soal khalifah sesudah Nabi yang disebut juga Imamah inilah yang menjadi alasan utama MUI Pusat menyerukan agar mewaspadai masuknya ajaran yang berdasarkan paham Syiah. Imamah menurut Syiah adalah salah satu rukun iman dan merupakan pangkat kepemimpinan berupa penunjukan ilahi kepada Imam Ali ra dan Imam-imam sesudahnya yang berjumlah dua belas. Siapa yang mengingkarinya adalah kafir.

Berkata Al Mufid, “Sepakat Syiah Imamiah bahwa barangsiapa yang mengingkari salahseorang dari imam-imam itu dan menolak kewajiban dari Allah untuk menaatinya, maka ia kafir lagi sesat dan kekal dalam neraka.” (Biharul Anwar lil Majelisi, jilid XXIII, hlm. 390). Berkata Assaduq, “Keyakinan kami terhadap orang yang mengingkari Imamahnya amirul mukminin dan Imam-imam sesudahnya sama dengan orang yang mengingkari kenabian seluruh para nabi. Dan keyakinan kami terhadap orang yang mengakui kepemimpinan Amirul Mukminin (Ali) tapi mengingkari kepemimpinan salah seorang dari Imam-imam sesudahnya sama dengan orang yang mengakui seluruh nabi tapi mengingkari kenabian Muhammad saw.” (Risalatul I’tiqadaat, hlm. 103).

Berkata Emilia Renita, Sekretaris IJABI dalam bukunya yang diedit oleh suaminya, Dr Jalaluddin Rakhmat, “Yang tidak mengenal imam, mati jahiliah. Mati jahiliah berarti mati tidak dalam keadaan Islam.” (40 Masalah Syiah, hlm. 98). Jalaluddin Rakhmat yang menulis kata pengantar sebagai editor dalam buku tersebut mengatakan, “Secara khusus, sebagai Ketua Dewan Syuro Ikatan Jama’ah Ahlulbait Indonesia, kami memberikan buku ini kepada seluruh anggota IJABI sebagai pedoman dakwah mereka.”

Dari itu, apakah bijaksana dan tepat pernyataan Kamaruddin yang menyatakan, “Mengapa perbedaan harus dibesar-besarkan dan saya pikir perbedaan kita (Sunni) dan Syiah hanya soal Imamah, dan itu tidak menjadikan mereka sesat.” Hemat saya, sebagai Guru Besar UIN Alauddin, seharusnya Kamaruddin berhati-hati dalam menerima informasi (tabayyun) yang sepihak agar pernyataannya dapat objektif. Kenapa harus jauh-jauh pergi mendengar tentang Syiah, sedang LPPI sudah sekian lama mau menghadap UIN Alauddin untuk menjelaskan tentang hal itu namun ditolak secara langsung atau tidak langsung.

VISI, MISI, DAN TUJUAN SMK MUHAMMADIYAH BALANGNIPA KABUPATEN SINJAI

VISI, MISI, DAN TUJUAN
SMK MUHAMMADIYAH BALANGNIPA KABUPATEN SINJAI


  1. VISI SMK MUHAMMADIYAH SINJAI
Menjadi SMK yang Berkualitas, Unggul berlandaskan IMTAQ dan IPTEK dengan tamatan yang memiliki karakter bangsa yang kokoh dan mampu bersaing dalam pasar tenaga kerja ”
  1. MISI SMK MUHAMMADIYAH SINJAI
  1. Meningkatkan Kualitas Organisasi dan Manajemen Sekolah dalam menumbuhkan semangat keunggulan dan Jargon “ SMK Bisa ”
  2. Meningkatkan kualitas KBM dalam mencapai Standar Kualitas Lulusan
  3. Meningkatkan kualitas kompetensi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam mewujudkan standar pelayanan minimal (SPM)
  4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan dalam mendukung penguasaan Keterampilan dan Iptek
  5. Meningkatkan Kualitas SDM dan kualitas pembinaan kesiswaan dalam mewujudkan Imtaq dan Sikap kemandirian siswa.
  6. Meningkatkan kemitraan dengan Dunia Usaha / Dunia Industri sesuai prinsip “Deman driver”
  7. Memberdayakan lingkungan sekolah dalam mewujudkan Sekolah berwawasan Wiyatamandala
  8. Memperkuat Pendidikan Karakter Bangsa


  1. TUJUAN SMK MUHAMMADIYAH SINJAI
  1. Mempersiapkan peserta didik untuk menjadi insan produktif, yang mampu berkarya mandiri dan mengisi lowongan pekerjaan
  2. Mempersiapkan tamatan yang ulet dan gigih, kompetitif dan dapat beradaptasi dengan lingkungan kerja
  3. Mencetak alumni dengan memperkuat bekal Iptek agar dapat melanjutkan Pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi
  4. Mengkader agar tamatan memiliki bekal Imtaq, Budi pekerti yang luhur dan akhlak yang mulia dengan memperkuat karakter bangsa yang tangguh





Sinjai, 02 Januari 2011
Ketua Komite SMK Muhammadiyah Sinjai


Agus Salim Yunus , A. Ma

Kepala SMK Muhammadiyah Sinjai


Drs. Abdul Latief Parman
KTAM. 501 658